Para perajin tempe di Kota Cimahi mengeluhkan kenaikan harga kedelai dua pekan terakhir ini.
Mereka berharap pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) turun tangan untuk pengadaan dan penyaluran kedelai dengan harga murah.
Kusnanto (54), produsen tempe, mengatakan, harga kedelai mulai melambung sejak pertengahan September ini.
Malah, kata dia, sebetulnya harga kedelai sudah mulai naik seusai pemerintah memberikan subsidi kedelai pada April-Juli lalu.
“Sekarang, rata-rata harganya Rp12.700 per kilogram, padahal waktu awal tahun itu sekira Rp8.000 per kilogram. Pas ada subsidi sih Rp11.100 per kilogram, tapi habis itu harganya naik terus,” kata Kusnanto di Jalan Margaluyu, Kota Cimahi, Kamis 29 September 2022.
Menurut dia, kenaikan harga kedelai itu sulit untuk disiasati para perajin tempe, karena saat ini pun ukuran tempe yang diproduksi sudah kecil.
Sementara untuk mengganti kualitas kedelai yang digunakan, juga tidak mungkin dilakukan.
“Produsen kedelai kan enggak banyak, kalau diganti dengan kedelai kualitas rendah juga dikhawatirkan malah konsumen pergi. Saya juga sudah eungap, jadi terpaksa menaikkan harga tempe,” kata Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kota Cimahi itu.
Dia menyebutkan, kenaikan harga jual tempe juga tak bisa sembarangan dilakukan karena akan berdampak terhadap penjualannya.
Untuk potongan tempe dengan berat sekira 8 ons, dia kini menjual dengan harga Rp10.000 atau naik Rp2.000.
“Sebelum ada subsidi kedelai juga segitu (Rp10.000) harganya. Sebetulnya harga jual tempe itu tergantung ukuran, tapi yang awalnya dijual Rp6.000 sekarang jadi Rp7.000. Mau dinaikkan harganya Rp500 juga repot, syukur banyak pembeli yang memaklumi,” katanya.
Diperparah BBM
Kusnanto menuturkan, kenaikan harga kedelai juga turut diperparah dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) karena secara tidak langsung turut menambah beban biaya operasional. Saat ini, paling tidak pendapatannya berkurang sekira 30 persen.
“Kami berharap Bulog turun tangan lagi, pemerintah bisa memberikan subsidi dengan memasok kedelai yang harganya lebih rendah dari harga pasaran. Semoga, dengan begitu, harga kedelai di pasaran juga ikut turun,” tutur pengusaha tempe selama puluhan tahun itu.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat melakukan cek lapangan di Pasar Tradisional Balubur Town Square (Baltos), Kota Bandung, beberapa waktu lalu mendapati produk tahu yang ukurannya sudah mengecil karena produsen tahu kesulitan mencari kedelai.
Orang nomor satu di Jabar menyebut hal tersebut merupakan fenomena yang bakalan terjadi di seluruh dunia.
“Kemudian adaptasi terhadap langkanya kedelai. Fenomena menarik, tahunya jadi langsing, tidak gemuk, sekarang harganya Rp500 per biji. Fenomena mengecilnya produk ini terjadi di seluruh dunia. Jadi jangan kaget nanti produk-produk supermarket yang biasanya sejengkal, tiba-tiba mengecil itu bagian dari adaptasi,” tutur Ridwan.
Kenaikan harga kedelai terjadi untuk kesekian kalinya. Awal tahun 2022 juga sempat terjadi kenaikan, hingga diwarnai ancaman mogok produksi para produsen tempe dan tahu.
Kepala Disperindag Jawa Barat Iendra Sofyan mengakui bahwa sampai saat ini, produksi tahu tempe tanah air termasuk di Jawa Barat masih sangat bergantung pada suplai kedelai impor, salah satunya dari negara Amerika.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat telah melakukan pengecekan ketersediaan kedelai di lapangan dan setidaknya mencatat ada dua faktor yang membuat harga kedelai naik.
“Pandemi Covid menyebabkan produksi tidak sebesar sebelum pandemi. Kedua logistik. Dengan adanya pembatasan, suplai terganggu. Inilah yang membuat harga naik,” kata Iendra. (Hendro Husodo, Novianti Nurulliah)*****
Sumber : https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-015602277/bbm-naik-pengaruhi-harga-kedelai-perajin-tahu-tempe-di-cimahi-ingin-bulog-turun-tangan?page=all
Editor: Akhmad Jauhari