Akhir-akhir ini publik bertanya-tanya apakah benar tahun ini Negara kita ekspor beras. Kondisi ini seakan bertolak belakang dengan kondisi yang ada.
Dimana, terjadi kontroversi pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, situasi hujan yang terus melanda yang menyebabkan kualitas gabah beras tidak baik, kekosongan stock beras medium hingga pembentukan satgas mafia pangan.
Sangat menarik jika kita mencermati rencana Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan ekspor beras ke Malayasia. Bagaimana tidak, ditengah kenaikan harga beras, Kementan tetap mendorong ekspor beras premium ke Malaysia sebanyak 140.000 ton mulai 21 Oktober 2017.
Namun disisi lain, rencana Kementan untuk mengekspor beras mendapat kritikan banyak pihak. Kementan dinilai tidak mempertimbangkan kondisi yang terjadi di dalam negeri.
Pasalnya pada saat ini Indonesia memasuki musim paceklik dan ketersediaan beras dalam negeri mulai langka. Hal itu terlihat dari berkurangnya volume beras berkualitas medium di pasar induk.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, lebih teliti dan kritis sebenarnya pernyataan Kementan adalah biasa-biasa saja. Mengandung makna permainan kata-kata “eufemisme”, mempunyai celah untuk dikritisi dan debatable.
Perkataan normatif tersebut memang diperlukan untuk menenangkan masyarakat, seperti kebanyakan pernyataan pejabat lainnya. Pernyataan seperti ini memang diperlukan agar masyarakat tidak panik dan mempunyai kebanggaan terhadap pertanian tanah air.
Pertama adalah kata-kata “rencana”, yang namanya rencana bisa juga diartikan sebagai konsep atau rancangan dan belum terbukti. Andaikan Kementan berencana mau mengekspor sebanyak 140 ribu ton, namun hanya kesampaian 20-30 ribu ton ya tidak masalah.
Bisa terwujud ataupun tidak terwujud, itulah sebuah rencana. Sehingga kita tidak perlu menagih janji, menyatakan itu bohong dan lain sebagainya karena itu adalah rencana.
Kedua adalah kata-kata “mulai”, yang namanya mulai pasti ada akhirnya. Kalau mulai bulan Oktober 2017 berarti harus ditentukan akhirnya, apakah bulan November, Desember pada tahun yang sama.
Namun, jika tidak ada batas waktu ekspornya, kemungkinan besar bisa saja pada tahun depan dan seterusnya.
Kondisi Perberasan Tanah Air
Saat ini menurut pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Billy Haryanto, kondisi ketersediaan beras medium dalam negeri masih kosong terutama stok harga beras dengan harga dibawah Rp 9.000 per kilo gram. Ia menjelaskan, kenaikan harga beras saat ini menunjukkan kalau stok beras betul betul kosong.
Padahal, beras medium merupakan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. “lebih dari 50% masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras medium”.
Pernyataan yang sama dilontarkan Ate pedagang beras lain di PIBC. Pengiriman pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, mengalami penurunan.
Para pedagang di sana mengaku pengiriman beras dari daerah turun hingga 50%. Jika biasanya dia mendapat pengiriman di atas 500 ton per hari, saat ini Ate hanya mendapat sekitar 200-300 ton.
Selaras dengan pasokan komoditas yang kurang, harga sudah pasti mengalami kenaikan. Hal ini diperkuat dari pernyataan Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Harga beras medium ditingkat penggilingan per Oktober 2017 mengalami peningkatan sebesar 2,03% menjadi Rp 9.117 per kg.
“Untuk harga beras jenis medium naik 2,03% menjadi Rp 9.117 per kg dibandingkan dengan September Rp 8.935 per kg,” kata Suhariyanto.
Tingginya harga beras menunjukkan adanya sesuatu yang tidak beres pada pasar beras itu sendiri. Harga keseimbangan beras terbentuk akibat pertemuan antara permintaan dan penawaran, sehingga harga merupakan refleksi sebenarnya dari ketidakseimbangan antara supply dan demand.
Permintaan beras yang tinggi dari konsumen sedangkan penawaran atau beras yang di perdagangkan berkurang, maka sudah pasti akan membuat harga beras menjadi tinggi.
Begitupula sebaliknya, jika permintaan akan beras tetap sedangkan penawaran atau beras yang diperdagangkan berkurang atau sedikit, tentu juga akan membuat harga menjadi tinggi.
Lalu pertanyaannya dibenak publik sekarang adalah beras apa yang di ekspor oleh pemerintah ? seberapa banyak ? patut kita telusuri.
Ekspor Beras Organik
Ternyata pemerintah mengekspor beras khusus seperti beras organik ke Negara Amerika dan Erofa. Seperti baru-baru ini, ekspor beras organik ke Negara Belgia sebanyak 40 ton yang langsung dilepas Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Beras organik yang diekspor adalah beras premium yang dibudidayakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simpatik Tasikmalaya, Jawa Barat.
Provinsi lainnya seperti di Kalimantan Barat, yang menyatakan siap untuk menyuplai 15 ribu ton beras dengan pengiriman perdana 1.000 hingga 1.500 ton.
Sampai dengan saat ini sudah ekspor 100 ton per tahun ke negara China, Malaysia, Eropa dan sebagainya. Ekspor beras organik seperti ini juga sudah dilakukan oleh Provinsi lain yang sudah mengembangkan beras organik di kawasan pertaniannya.
Namun yang menarik dan menjadi sedikit aneh, ekspor beras organik bukan hanya dilakukan tahun ini. Ekspor sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya dengan jumlah yang relatif kecil dan bahkan bukan saja pada pemerintahan sekarang.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa ekspor beras organik bukan barang baru dan fenomenal. Artinya, kalau tidak fenomenal rasanya kurang perlu untuk diekspose berlebihan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerancuan tafsir di ruang publik. Eksesnya adalah masyarakat akan menghubung-hubungkan dengan jumlah pengadaan beras dan stock yang dikuasai pemerintah.
Artikel by Julkhaidar Romadhon, Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya.