Harga beras berpotensi melambung akibat kenaikan harga pupuk dan faktor cuaca. Di sisi lain, penyerapan beras oleh BULOG rendah.
Guru Besar Insititut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso, mengatakan saat ini harga beras relatif normal. Harga gabah bahkan terpukul karena serapan BULOG yang rendah. Hingga 24 Juni, stok beras BULOG mencapai 1,09 juta ton.
“Itu stok terendah karena selama ini setelah panen raya, biasanya stok BULOG mencapai lebih dari 2 juta ton,” kata Dwi Andreas kepada Katadata.co.id, Kamis (30/6).
Kondisi tersebut mengancam produksi di musim tanam berikutnya. Apalagi saat ini, harga pupuk naik lebih dari dua kali lipat. Hal tersebut diperburuk dengan kondisi cuaca yang menyebabkan harga pangan di tingkat dunia meningkat, termasuk beras.
Berdasarkan data Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) harga pupuk yang berbasis nitrogen naik tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Sementara harga pupuk kalium dan fosfat naik 2,5 kali lipat dari sebelumnya.
“Kenaikan harga pupuk ini baru terjadi beberapa bulan lalu. Akibatnya, (pada) Agustus harga beras bisa naik,” kata Dwi Andreas yang juga merupakan Ketua Umum AB2TI tersebut.
Oleh karena itu, Dwi Andreas berharap agar BULOG menjalankan fungsinya sebagai stabilisator harga beras. Namun, cadangan beras pemerintah sebesar satu juta ton yang disimpan BULOG saat ini dinilai masih rentan untuk meredam gejolak harga beras.
“Cadangan beras BULOG satu juta ton ini hanya sekitar 3 persen dari konsumsi. Idealnya negara memiliki 10 persen cadangan untuk bisa menstabilkan harga (beras),” ujarnya.’
Dwi Andreas juga menyoroti keluhan BULOG soal kesulitan dalam menyalurkan cadangan beras pemerintah sehingga berpotensi turun mutu. Hal itu karena program beras sejahtera telah dihapus.
Menurut dia, BULOG harus bertransformasi menjadi badan usaha yang memiliki daya saing dengan swasta. Apalagi BULOG merupakan perusahaan beras terbesar di Indonesia dengan kapasitas hingga delapan kali lipat dari perusahaan swasta.
“Dengan kapasitas sebesar itu, seharusnya BULOG tidak memiliki masalah dalam menyalurkan beras. Ini udah berjalan tiga tahun (program rastra dihapus), masa tidak berubah,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BULOG, Budi Waseso, mengatakan bahwa kualitas stok beras BULOG terancam turun karena penyalurannya tersendat.
Dua faktor pendorongnya adalah dihapusnya program beras sejahtera (Rastra) dan adanya regulasi yang menghambat ekspor cadangan beras pemerintah (CBP).
Dia mengatakan bahwa penyaluran beras untuk program Rastra bisa mencapai 2,6 juta ton per tahun. Ketika program tersebut dihapus, BULOG kesulitan dalam menyalurkan CBP.
Kondisi tersebut mengancam penurunan kualitas CBP dalam waktu singkat Selain itu, penimbunan beras meningkatkan beban bunga dari kredit pembelian CBP atas penugasan pemerintah.
“Program Rastra, satu tahun kami bisa salurkan 2,6 juta ton yang hari ini sama sekali tidak ada (program tersebut). Jadi, memang ini jadi satu pertimbangan dan kekhawatiran,” kata pria yang akrab disapa Buwas tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR, Senin (27/6).
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat rata-rata harga beras kualitas medium II (per kg) harian di pasar modern di beberapa provinsi telah menyentuh angka Rp 12,72 ribu per kg, data per Rabu, 29 Juni 2022.
Secara keseluruhan, rata-rata minggu ini naik dibandingkan rata-rata pekan sebelumnya yang tercatat Rp. 12,72 ribu per kg.
Sumber: https://katadata.co.id/tiakomalasari/berita/62be6666c8ea6/harga-beras-berpotensi-melonjak-imbas-pupuk-mahal
Penulis: Tia Dwitiani Komalasari