Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan harga gabah hingga beras pada Januari 2022. Kenaikan tersebut dinilai akibat terbatasnya pasokan pada kuartal keempat tahun lalu.
Kepala BPS, Margo Yuwono, menyampaikan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 5.010 per kg atau melonjak 4,96 persen dari bulan Desember 2021.
Seiring kenaikan harga gabah, rata-rata harga beras dari seluruh jenis kualits di tingkat penggilingan ikut naik 2,23 persen. Tercatat, beras kualitas premium dihargai Rp 9.824 per kg, kualitas medium Rp 9.381 per kg, sedangkan luar kualitas dihargai rata-rata Rp 9.038 per kg.
Di tingkat yang lebih hilir, yakni tingkat grosir, harga beras selama Januari 2022 mengalami kenaikan 0,64 persen sementara di tingkat eceran meningkat 0,94 persen dari bulan Desember lalu.
“Kesimpulannya, harga beras di berbagai tingkat distribusi ini mengalami kenaikan,” kata Margo dalam konferensi pers, Rabu (2/2/2022).
Lebih lanjut, Margo menuturkan, tren kenaikan harga di seluruh lini sudah terjadi sejak Desember 2021. Di mana, pada bulan lalu harga GKP sudah naik 2,64 persen dari posisi November.
Adapun harga beras di penggilingan tercatat naik 1,08 persen. Sedangkan, harga di tingkat grosir dan eceran masing-masing meningkat 0,52 persen dan 0,33 persen.
Margo menjelaskan, kenaikan harga beras pada awal tahun ini murni akibat hukum permintaan dan penawaran di pasar. “Berdasarkan data, produksi di kuartal keempat cenderung lebih rendah (dari kebutuhan). Itu menyebabkan harga naik,” kata Margo.
Sementara produksi yang terbatas, tingkat permintaan masyarakat cenderung stabil. Karena itu, secara otomatis harga beras ikut terkerek naik hingga ke level konsumen.
Mengutip proyeksi produksi beras BPS periode Oktober-Desember 2021, produksi beras mencapai 5,54 juta ton. Angka itu meningkat 6,12 persen dari realisasi produksi beras Oktober-Desember 2020.
Meski mengalami kenaikan, belum mengimbangi rata-rata kebutuhan konsumsi beras masyarakat. Sebab, rerata kebutuhan beras bulanan berkisar 2,5 juta ton atau 7,5 juta ton dalam satu kuartal.
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kadarmanto, mengatakan, keterbatasan produksi di akhir tahun merupakan pola musiman. Pasalnya, pada masa tersebut petani masih dalam proses penanaman.
Puncak kenaikan harga gabah dan beras sesuai tren akan terjadi pada Januari-Februari dan akan turun mulai pada Maret seiring masuknya musim panen raya.
Kadarmanto mengatakan, puncak panen raya padi tahun ini kemungkinan akan tepat waktu yakni pada Maret-April. “Jadi nanti akan mulai drop harga gabah dan beras pada bulan itu. Berbeda seperti 2020 itu panen mundur mulai April itu karena musim hujannya yang terlambat,” kata dia.
Sumber : Republika