Presiden Joko Widodo pernah meminta Perum BULOG untuk serius menjaga harga beras sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga harga pangan. “Angka kemiskinan disebabkan dua hal besar, yakni pelambatan pertumbuhan ekonomi dan harga pangan yang tidak stabil. Harga beras dan harga pangan harus betul-betul menjadi perhatian kita,” kata Presiden (Kompas, 17/3/2016).
Kenaikan harga pangan, seperti beras dan jagung, jelas membebani masyarakat, termasuk petani yang juga bagian dari konsumen. Pada akhirnya, kenaikan harga pangan membuat inflasi menjadi tinggi. Sebagai gambaran, tingkat inflasi Maret 2017 terhadap Maret 2016 sebesar 3,61 persen dan inflasi tahun berjalan, Januari-Maret 2017, sebesar 1,19 persen.
Persoalan harga pangan memang kompleks. Dari sisi produksi, volume produksi harus ditingkatkan melalui produktivitas untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dari sisi rantai pasok dan distribusi, diperlukan upaya serius memangkas mata rantai pasok dan distribusi yang tidak ekonomis.
Namun, satu faktor yang tak kalah penting adalah aspek kelembagaan dan pemerintahan. Apakah sudah ada lembaga pangan nasional yang menangani regulasi? Perum BULOG sebagai BUMN lebih berperan sebagai operator pemerintah yang tunduk kepada kebijakan pemerintah.
Kelembagaan pangan nasional dinilai penting karena kebijakan pemerintah di bidang pangan terkait beberapa kementerian teknis dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, Kementerian Sosial, termasuk Kementerian Keuangan.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebenarnya sudah memerintahkan pembentukan lembaga pemerintah yang menangani masalah pangan. Dalam Pasal 126 disebutkan, pembentukan lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Lembaga pemerintah itu mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan.
Dalam Pasal 128 diatur bahwa lembaga pemerintah dapat mengusulkan kepada presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada BUMN di bidang pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan atau distribusi pangan pokok dan pangan lain yang ditetapkan pemerintah.
Sesuai Pasal 151, lembaga pemerintah di bidang pangan harus terbentuk dalam tiga tahun sejak UU tersebut diundangkan pada 17 November 2012, yaitu 17 November 2015. Jika ada regulator atau pembuat kebijakan, Perum BULOG berada di bawah koordinasi lembaga tersebut dan menjadi lebih dinamis.
Tanpa adanya lembaga pemerintah yang menangani masalah pangan, memang bisa membuat koordinasi antar kementerian menjadi lambat. Padahal, gejolak pangan seperti produksi atau pasokan pangan yang berkurang dan harga melonjak, diperlukan kebijakan yang cepat dan taktis. BULOG sebagai operator harus terus-menerus berkoordinasi dengan kementerian teknis masing-masing dengan kewenangan dan peran berbeda-beda.
Namun, pembentukan lembaga atau badan pemerintah di bidang pangan tak mudah karena bisa saja “mengikis” sejumlah kewenangan kementerian teknis. Namun, di sisi lain, lembaga pemerintah yang menangani masalah pangan itu sudah menjadi amanat undang-undang.
Ketahanan pangan pun telah menjadi program serius pemerintah untuk menjaga sisi produksi dan sisi konsumsi pangan, seperti beras, jagung, kedelai, cabai, bawang, gula, minyak goreng, daging sapi, dan daging ayam yang akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk.
Sumber berita : Kompas