Di antara pengap tumpukan berkarung-karung beras yang menjulang tinggi di gudang Perum Bulog Divre DKI Jakarta—Banten di Jakarta Utara, Presiden Joko Widodo mengakui adanya permasalahan produksi beras tahun lalu yang akhirnya memaksa pemerintah untuk impor.
Dia menunjukkan kepada awak media gunungan karung beras adalah bukti melimpahnya stok beras di gudang itu. Tahun sebelumnya, kata Jokowi, karung beras itu tidak pernah melewati di atas kepala.
Usai meninjau gudang BUMN pangan tersebut pada Kamis (10/1/2019), Presiden mengatakan untuk pertama kalinya Perum Bulog memiliki stok awal beras awal tahun yang mencapai 2,1 juta ton.
Pada tahun-tahun sebelumnya stok beras pada akhir Desember umumnya berkisar 700.000 ton—800.000 ton.
Dalam kesempatan ini, Presiden didampingi oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki.
Namun, yang perlu menjadi catatan, stok awal tahun ini merupakan sisa hasil pengadaan tahun lalu sebanyak 3,2 juta ton yang didominasi impor 1,8 juta ton.
Baca juga : Efek Domino BPNT Hingga Beras Busuk BULOG
Ketika Bisnis bertanya mengenai komposisi beras impor yang lebih besar daripada pengadaan dalam negeri sementara program pemerintah adalah menswasembadakan tanaman pangan, Presiden menjawab bahwa produksi tahun lalu bermasalah.
“Ya [impor beras tahun lalu] itu masalah produksi. Produksi [nasional] kalau memang tidak cukup ya harus ditutup dengan kegiatan impor kalau tidak harganya pasti akan naik,” katanya.
Jokowi mengatakan bagaimanapun, pemerintah perlu memiliki stok yang besar untuk memberikan keyakinan kepada pasar dan juga kepada masyarakat bahwa setiap saat diperlukan stok beras siap dilepaskan.
Pasalnya kalau stok yang dikuasai pemerintah sedikit, kondisi itu akan banyak menimbulkan spekulasi di pasar yang berpotensi mengerek harga di tingkat konsumen.
Sayangnya,kendati stok melimpah dan operasi pasar gencar dilaksanakan, harga beras terutama kualitas medium sejak tahun lalu masih stabil tinggi.
Perum Bulog mencatat, realisasi kegiatan operasi pasar pada 2018 mencapai 544.649 ton. Realisasi operasi pasar pada 2019, hingga saat ini sebesar 37.017 ton dengan rata-rata realisasi per hari sebesar 7.000 ton—8.000 ton dan akan terus ditingkatkan dengan target 15.000 ton per hari.
Namun, sampai dengan saat ini harga beras medium masih berkisar antara Rp11.700/kg-Rp11.900/kg, sementara harga acuan dari pemerintah adalah Rp9.450/kg.
Baca juga : Mengejar Laju Pasar
Meskipun demikian, Jokowi pun tetap menaruh sikap optimistis bahwa harga beras akan turun sesuai target ketika panen raya dimulai pada Maret.
“Tren harga beras mulai turun, dan apalagi nanti pada Februari, Maret, sudah mulai masuk [masa] panen raya. Nah ini juga akan mempengaruhi suplai,” katanya.
Menurutnya, harga beras yang stabil tinggi itu adalah konsekuensi karena pemerintah tidak bisa menggelontorkan sekaligus seluruh beras karena itu akan merugikan para petani.
Poin penting pemerintah adalah menjaga keseimbangan. Jokowi tidak ingin sampai masyarakat senang tapi petani tidak senang.
“Kita menjaga keseimbangan. Stok ini tuh menjaga keseimbangan agar harga betul-betul terkendali dengan baik,” pungkasnya.
KEJAR PANEN RAYA
Di sisi lain, Perum Bulog menargetkan sampai dengan semester pertama bisa menyerap beras sampai dengan 1,8 juta ton supaya tidak perlu impor.
“Sampai Juli tahun ini, kita tidak impor [lagi]. Kemarin saya dengan tim Bulog dengan Menteri Pertanian sudah menjajaki ke lapangan, dibantu BPS. Kami sudah punya peta daerah mana saja yang akan panen di seluruh Indonesia,” katanya Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, Kamis (10/1).
Budi Waseso—yang akrab dipanggil Buwas— melanjutkan bahwa beberapa gudang milik perseroan sudah dikosongkan untuk menampung serapan beras dari sentra produksi. Penyerapan mulai dikejar pada Februari.
“Juli ini kita panen raya, target serap 1,8 juta ton. Untuk gantikan yang sekarang kita keluarkan. Saya berhitung, [pada saat itu stok] kita akan susut 600.000 ton, berarti masih ada [sekitar] 1,6 juta ton beras,” katanya.
Buwas optimistis targetnya bisa terealisasi pasalnya koordinasi sudah dilakukan dengan beberapa kementerian serta gabungan kelompok tani.
Dia mengutamakan porsi serapan dalam negeri tahun ini harus lebih besar dibandingkan pengadaan dalam negeri.
“Sekarang kita utamakan serap beras dalam negeri, kenapa? Karena penyerapannya lebih mudah. Kalau impor ada spesifikasi sendiri,” katanya
Selain itu menurut Buwas rasa dari beras impor belum tentu sama dengan lidah milik orang Indonesia.
Baca juga : Tuntutan Kreativitas BULOG Jaga Harga Beras
Alhasil, beras impor yang pera harus dioplos dengan beras produksi dalam negeri yang lebih pulen.
Adapun sisa beras pera akan dioper luar jawa karena penduduk disana lebih menyukainya.
Perihal operasi pasar, Buwas mengatakan meskipun perseroan telah berupaya menurunkan harga beras.
Tetapi, harga beras stabil tinggi yakni Rp11.700/kg-Rp11.900/kg. Lagipula, menurutnya, ada kecenderungan peralihan konsumsi dari beras medium ke premium di masyarakat.
Hal itu juga menjadi faktor yang menyebabkan serapan beras Bulog cenderung stagnan.
Operasi pasar, lanjutnya, akan fokus kepada daerah yang tidak menghasilkan beras karena disana ada kecenderungan harga naik.
“Intinya kita akan buat stok aman. Ini bukti bahwa kita sudah mengatur dengan baik, kita sudah mulai hitung berapa kebutuhan dan berapa produksi dalam negeri, lalu apakah butuh impor. Tadi Pak Presiden juga bilang kalau memang harus impor, ya impor, tapi sesuai kebutuhan kita,” katanya.
Sumber : https://ekonomi.bisnis.com/read/20190225/99/892907/mencari-keseimbangan-pasar-beras-