Akhir-akhir ini banyak pihak yang menanyakan keberadaan lembaga pangan yaitu Badan Pangan Nasional.
Walaupun sudah diamanatkan dalam UU Pangan No 18 Tahun 2012 agar tiga tahun sudah harus terbentuk, namun nyatanya pemerintah tetap tidak mewujudkannya.
Lalu sebenarnya, apa alasan kuat pemerintah tidak mau melaksanakannya. Apakah pemerintah tetap mempercayakan tugas menjaga ketahanan pangan kepada BULOG?
Jika jawabannya seperti itu, mari kita telisik lebih jauh apakah lembaga BULOG yang berbentuk BUMN sekarang masih superpower dengan segala kewenangannya dan mampu melaksanakan tugasnya seperti BULOG berbentuk Non Kementerian.
BULOG Pasca IMF
Indonesia praktis kehilangan Lembaga Pangan yang disegani pasca perjanjian IMF tahun 1998.
Badan Urusan Logistik (BULOG) yang berperan besar dalam mengurusi sembilan bahan pokok semakin tak berdaya tatkala kewenangannya dipangkas habis.
Sejalan dengan adanya otonomi daerah maka mau tidak mau BULOG harus bertransformasi bentuk menjadi perusahaan BUMN.
Dikarenakan komoditas beras yang bersifat politis, maka urusan komoditas ini harus dikelola langsung oleh pemerintah pusat.
Namun poin penting yang harus kita catat adalah komitmen pemerintah yang besar waktu itu terhadap pangan. Salah satu butir kesepakatan antara IMF dan Pemerintah adalah melepaskan intervensi pemerintah pada seluruh pangan pokok yang dipegang BULOG.
Namun pemerintah, mati-matian bersikukuh agar beras harus tetap dipegang dan dikontrol karena merupakan makanan pokok bangsa ini dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Maka oleh karena itulah pemerintah tetap menyediakan pasar beras bagi BULOG sebagai wujud konkret hadirnya negara di tengah masyarakat.
Konsep ini sudah dikaji dan teruji sebagai kebijakan yang terintegrasi antara sisi hulu dan hilir. Bentuknya yaitu dengan mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) menerima jatah beras bulanan dan menyalurkan “RASKIN” beras bagi rakyat miskin.
Namun belakangan, kebijakan pemerintah semakin tidak berpihak kepada BULOG.
Semua bisa terlihat dari sejumlah kebijakan pangan dan perberasan yang dinilai sebagian pihak kontoversial dan semakin melemahkan lembaga pangan ini. Sungguh sebuah dilema dan bagaikan buah simalakama. Beberapa kebijakan tersebut antara lain:
Penghapusan Rastra
Sekarang aneh bin ajaib, justru pada tahun 2017 ini, ketika negara tidak dalam tekanan IMF tapi kita justru mau “melepaskan beras” lewat program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) dengan menghapuskan program Rastra/Raskin.
Penurunan jumlah rastra semakin terlihat penurunannya dari 2,79 juta ton pada tahun 2017, menjadi 1,2 juta ton tahun 2018 dan 2019 diperkirakan hanya 500 ribu ton saja.
Baca juga : Ada Apa dengan RASTRA?
Tanda-tanda ini sudah terlihat pada April 2017 dihadapan Komisi IV DPR RI, ketika Mentan menyatakan bahwa pemerintah memang sengaja menahan penyaluran beras rastra untuk masyarakat tidak mampu sejak Januari untuk menyelamatkan para petani.
Dikarenakan terjadi deflasi dan untuk menyelamatkan para petani, pemerintah menggantinya dengan menyalurkan bantuan tunai melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Ia mengumpamakan bahwa petani ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sehingga yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah bagaimana dengan nasib BULOG selanjutnya. Disatu sisi tetap diwajibkan untuk menyerap gabah beras petani, disisi yang lain penyalurannya tidak dipikirkan oleh pemerintah.
Ketika rastra berkurang, dengan BULOG berbentuk BUMN maka sudah sangat jelas akan terjadi penurunan omset. Masalah ini lambat laun jika tidak segera diatasi akan berdampak pada kegiatan operasional perusahaan secara keseluruhan.
Kebijakan impor daging
Tidak hanya di komoditas beras saja yang menjadi persoalan, namun komoditas daging pun bermasalah. Seharusnya jika pemerintah menginginkan stabilisasi harga daging, maka importasi daging dilakukan dalam satu pintu.
Hal ini agar pemerintah mudah dalam melakukan pengawasan pada saat pendistribusian nantinya.
Namun nyatanya sekarang, kuota impor daging tidak hanya diberikan kepada BULOG, namun BUMN lain seperti Berdikari & Putra Pangan Indonesia (PPI).
Sehingga mau tidak mau pasti terjadi persaingan disitu dan tidak menutup kemungkinan terjadi konflik kepentingan diantara ketiganya.
Untuk menyikapi hal ini, agar tidak terjadi hal diatas serta persaingan yang tidak sehat antar BUMN, maka diperlukan kebijakan yang bersikap “fair”.
Pihak Kementerian Pertanian selaku pihak yang memiliki otoritas dalam memberikan rekomendasi importasi daging kerbau harus berlaku adil dan tidak memihak salah satu BUMN.
Kementan harus menjadi wasit penengah, jangan sampai kebijakannya menjadi berat sebelah. Jika ketidakadilan kebijakan yang dipertontonkan, hal ini justru dapat merugikan salah satu BUMN.
Resolusi Penguatan
Dari pemaparan panjang diatas, sepertinya pemerintah tetap bersikukuh untuk tidak segera membentuk Badan Pangan Nasional.
Oleh karena itu, pemerintah seharusnya lebih memperkuat lembaga pangan yang ada seperti BULOG bukan justru memperlemah.
Ada langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperkuat BULOG antara lain denngan tidak terlalu cepat melakukan perombakan direksi.
Baca juga : Pentingnya Badan Pangan Nasional dan Inovasi Bisnis BULOG
Fenomena yang terjadi sekarang adalah terlalu cepatnya dilakukan pergantian pimpinan direksi BUMN tidak terkecuali BULOG. Bahkan dalam 1-2 tahun, Direksi BULOG bisa berganti 2-3 kali.
Kebijakan ini seharusnya tidak dilakukan. Hal ini untuk menghindari agar jangan sampai kebijakan yang sudah diambil dikhawatirkan tidak berjalan akibat adanya kebijakan dari direksi yang baru.
Sudah dapat dipastikan pergantian direksi identik dengan pergantian kebijakan.
Apalagi jika direksi yang ditunjuk tidak memahami kebijakan perberasan dan memiliki latar belakang dalam mengelola pangan.
Hal ini sangat riskan, terutama bagi BULOG yang mengelola komoditas pangan strategis serta membutuhkan rencana pengelolaan komoditi dalam jangka panjang.
Selain itu juga yang tidak kalah penting, BULOG harus dijaga independensinya dan jangan sampai mendapatkan tekananan dari pihak eksternal.
BULOG harus diberikan kepercayaan penuh dan keleluasaan untuk mengambil sejumlah kebijakan yang memberikan dampak baik bagi negara dan perusahaan.
Semoga pemerintah memahami akan pentingnya keberadaan BUMN Pangan seperti BULOG.
Kebijakan penguatan yang diambil pemerintah sudah seharusnya lebih mendukung kinerja BUMN BULOG agar mampu memberikan keuntungan bagi negara dan mampu membiayai operasional perusahaan yang didalamnya juga termasuk gaji pegawai.
Artikel by Julkhaidar Romadhon, Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya.