beras sejahtera bulog rastra raskin

Kesaktian RASTRA

Kita semua pasti ingat dengan krisis ekonomi global tahun 1998 dan 2008. Mendengar kata-kata krisis tentu membuat trauma bangsa ini. Krisis yang memporak porandakan perekonomian negara-negara dunia tidak terkecuali di Indonesia. Namun, kita semua bisa melewatinya. Bahkan perekonomian justru tumbuh dikarenakan strategi kebijakan yang tepat diambil pemerintah pada waktu itu.

Rastra yang dahulu dikenal dengan istilah Raskin lahir ketika krisis melanda negeri ini pada tahun 1998. Krisis yang memporak-porandakan bangsa ini benar-benar dahsyat, bagaikan kombinasi angin topan tornado yang bercampur tsunami. Dimana pada tahun tersebut, berbarengan dengan krisis moneter, meningkatnya suhu politik dan kemarau panjang. Serta potensi bahaya kelaparan yang dapat memicu keruruhan sosial sudah berada di depan mata.

Untuk mengatasi krisis pangan, serta menghindari kemungkinan terjadinya krisis sosial, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan subsidi pangan bagi masyarakat melalui Operasi Pasar Khusus (OPK). Ternyata, langkah yang diambil pemerintah waktu itu sangatlah tepat. Program pemberian subsidi pangan ini, seiring berjalannya waktu sangat efektif meringankan beban pengeluaran masyarakat. Dikarenakan, banyaknya masyarakat umum yang membutuhkan, maka pada tahun 2002 sampai dengan sekarang program tersebut sedikit dimodifikasi dengan menerapkan system targeting, yaitu membatasi sasaran dengan hanya membantu kebutuhan pangan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) saja.

Lantas pertanyaannya, mengapa program Rastra pada tahun 2017 ini mau digantikan dengan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai)…. ? kurang “saktikah” rastra ketika dia membantu pemerintah melewati badai krisis super dahsyat pada tahun 1998…. ? apakah orang-orang di pemerintahan sekarang belum tahu sejarah lahirnya rastra pada waktu itu… ? belum cukupkah bukti bahwa program rastra benar-benar sakti membantu bangkitnya perekonomian bangsa pada saat itu… ?

Baik.., untuk meyakinkan bahwa program rastra benar-benar ampuh, saya contohkan bukti lanjutan yang dapat menguatkan argumen tersebut, sehingga terbukalah cakrawala berpikir para pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan yang lebih tepat ke depannya.

Ancaman Krisis Global Tahun 2008

Masih ingatkah kita, ketika krisis global kembali terjadi 10 tahun kemudian di tahun 2008. Krisis tersebut bermula di negara Amerika Serikat. Krisis ekonomi menghantam perekonomian negara penganut mekanisme pasar ini, sehingga ambruk akibat dorongan konsumsi yang sangat tinggi. Lantas bagaimana dengan Indonesia… ? Republik Indonesia yang kita cintai ini juga ikut terkena imbasnya. Krisis mengakibatkan para investor asing menarik dananya secara besar-besaran dari indonesia, hingga mengakibatkan jatuhnya nilai mata uang rupiah.

Aliran dana asing yang masuk digunakan pemerintah untuk pembangunan ekonomi, serta swasta untuk menjalankan operasional perusahaan. Jika dana tersebut ditarik, artinya roda perekonomian terganggu serta perusahaan banyak yang berhenti beroperasi. Dampaknya, tentu saja terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara besar-besaran di dalam negeri dan mengakibatkan bertambahnya pengangguran. Keadaan ini semakin diperparah dengan kedatangan tenaga kerja kita dari luar sana, dimana negara tempat dia bekerja juga turut merasakan dampak krisis ekonomi global.

Namun anehnya, negara kita mampu melewati krisis tersebut disaat negara-negara di luar sana perekonomiannya ambruk. Bahkan BI (Bank Indonesia) mencatat bahwa perekonomian Indonesia secara keseluruhan justru tumbuh diatas 6,1%. Semua ini menjadi sebuah tanda tanya besar bagi negara di luar sana, tidak terkecuali negara dengan perekonomian terkuat macam Amerika Serikat. Semua ini tentu tidak lain dan tidak bukan, karena pemerintah waktu itu mengambil pelajaran dari krisis 1998. Pemerintah waktu itu telah mempersiapkan diri agar tidak terjatuh pada lubang yang sama ke dua kalinya dengan sejumlah kebijakan yang sangat tepat.

Rastra yang merupakan salah satu jaring pengaman sosial dinilai sangat efektif membantu perekonomian masyarakat bawah yang terkenal dengan daya belinya yang rendah. Logikanya, tanpa krisis saja mereka daya belinya rendah apalagi terkena krisis sungguhan. Pada tahun 2008, justru pemerintah menambah pagu rastra dimana semula tahun 2007 sebanyak 15,7 juta RTS menjadi 19,1 juta RTS. Jumlah sasaran ini, merupakan jumlah sasaran tertinggi selama RASTRA disalurkan dan mencakup semua rumah tangga miskin berdasarkan hasil pendataan program perlindungan sosial tahun 2008. Semua ini dilakukan guna meredam gejolak krisis global agar dampaknya tidak begitu terasa bagi masyarakat.

Rastra merupakan intervensi atau kebijakan pemerintah dari sisi permintaan (demand). Penyaluran Raskin yang tepat dan cepat akan menambah stok di rumah tangga sasaran, sehingga permintaan beras di pasaran akan berkurang. Berkurangnya permintaan akan membuat harga beras menjadi stabil di pasaran. Coba kita bayangkan andaikan rastra akan dihapus, bagaimana dengan harga beras di pasaran… ? apakah akan stabil dengan adanya lonjakan permintaan beras dari masyarakat yang menerima rastra sebanyak 15,8 juta RTS dengan kuantum 2,78 juta ton… ?

Tentunya, kestabilan penyaluran Rastra pada tahun 2008 tidak terlepas dari berhasilnya Perum BULOG melakukan proses pengadaan gabah beras dalam negeri. Pada tahun 2008, produksi padi sebanyak 60,3 juta GKG atau setara 38 juta ton beras, dimana penyerapan beras BULOG sebanyak 3,2 juta ton. Sebuah angka yang begitu tinggi, sehingga pemerintah mampu intervensi untuk mengatasi tekanan krisis pangan. Coba kita bayangkan jika BULOG tidak bisa menyerap banyak disaat situasi krisis global menerpa..? keadaan tersebut tambah diperparah lagi dengan harga beras dunia yang tinggi melebihi harga beras domestik.

Kesuksesan menyerap gabah beras petani oleh BULOG pada tahun 2008, dilanjutkan pada tahun 2009 disaat krisis global belum mereda. Pengadaan terbanyak sepanjang sejarah dilakukan BULOG sebanyak 3,7 juta ton, dimana produksi beras nasional sebanyak 64.4 juta GKG atau setara 40 juta ton beras. Dengan pengadaan melimpah, pemerintah lebih leluasa lagi untuk mengintervensi pasar, dengan cara memperbanyak penyaluran raskin. Penambahan kuantum dan jumlah bulan penyaluran semakin membuat harga beras stabil di pasaran. Sehingga masyarakat paling bawah yang biasanya paling rentan terhadap krisis menjadi terlindungi.

Krisis global yang melanda negeri ini dan berhasil dilewati seharusnya dijadikan pelajaran berharga bagi pemerintahan sekarang. Strategi dan kebijakan pemerintah yang diambil pada waktu itu, seharusnya dapat ditiru untuk dijadikan rujukan dalam mengambil kebijakan ke depan. Strategi Indonesia melewati krisis global pada tahun 2008, akhirnya membukakan mata dunia terutama Negara Amerika Serikat (USA). Mereka belajar dari Indonesia mengenai kebijakan yang diambil pemerintah pada waktu itu.

Itulah mengapa pemerintah USA, salah satunya mempelajari subsidi berupa beras yaitu rastra dan mulai mengevaluasi ulang program voucher pangan. Karena mereka menilai, sistem voucher pangan tidak efektif dan tidak mampu melindungi masyarakat bawah dari terpaan krisis global. Bentuk pengakuan dunia terhadap kebijakan ekonomi Indonesia dibuktikan dengan terpilihnya Menteri Keuangan “Sri Mulyani” menduduki jabatan strategis sebagai salah satu Direktur di Lembaga Moneter Dunia (IMF).

Lantas, pertanyaannya sekarang, mengapa pemerintah begitu ngotot mengganti rastra dengan BPNT…. ? Apakah dua krisis diatas belum cukup untuk menyakinkan pemerintahan sekarang akan efektifnya rastra sebagai jaring pengaman sosial…? Apakah karena pemerintah ingin agar masyarakat melek produk perbankan, terus rastra dilepas menjadi BPNT atau voucher pangan… ?

Ingatkah kita, bahwa Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa politik dunia sekarang ini tidak menentu, apakah soialis, komunis, kapitalis dan sebagainya. Serta ingatkah kita dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang mengatakan ekonomi dunia pada tahun 2017 ini belum pulih. Dua pernyataan tersebut kalau kita cermati secara mendalam, tersirat bahwa setiap saat krisis siap mengancam negeri ini.

Kalau kita sudah tahu krisis setiap waktu akan tiba menghampiri negeri ini dan kita tahu juga kebijakan rastra terbukti efektif meredamnya, lantas mengapa kita mencoba menggantikannya dengan bentuk voucher. Selanjutnya, mengapa kita mencoba mengadopsi bentuk tersebut ketika kita tahu bahwa di negerinya sendiri tidak mampu dan efektif melewati krisis ekonomi global. Serta menjadi sangat aneh lagi, justru negara super power asal voucher pangan tersebut sedang mempelajari subsidi pangan berupa rastra ini.

Oleh karena itulah, sepatutnya pengalaman sejarah diatas menjadi rujukan pemerintahan sekarang untuk mengambil kebijakan yang lebih tepat ke depannya. Kita sebagai orang intelektual dan kebetulan mendapat amanah jabatan, memiliki kewajiban untuk meluruskan serta memberitahu mana kebijakan yang lebih efektif. Kepentingan masyarakat dan bangsa terlalu besar untuk dikorbankan hanya karena sebuah perintah mentah yang harus segera dituruti. Jangan sampai krisis global yang ketiga menghampiri kita, disaat kita belum menyiapkan apapun. Patut kita renungkan bersama demi kejayaan bangsa ini….

Artikel By Julkhaidar Romadhon