beras bulog padi

Penjajakan Bulog dan Kondisi Beras

Perum Bulog menjajaki kemungkinan ekspor beras. Salah satu pertimbangannya, stok beras yang melimpah di gudang-gudang Bulog.

Hingga pekan lalu, stok beras Bulog, baik dari sisa impor maupun pengadaan dalam negeri, mencapai 2,1 juta ton.

Tahun ini, Bulog menargetkan dapat menyerap 1,8 juta ton beras petani. Angka ini lebih rendah dari target penyerapan pada 2018, yakni 2,7 juta ton.

Bulog selaku perusahaan BUMN memiliki peran sebagai korporasi modern dan agen pembangunan, yaitu memiliki kewajiban pelayanan terhadap publik.

Bulog diminta dan diharapkan dapat menyerap beras dari petani sebanyak-banyaknya. Dengan asumsi stok beras 2,1 juta ton dan penyerapan beras dari petani 1,8 juta ton, maka total pengadaan beras Bulog pada 2019 mencapai 3,9 juta ton.

Pertanyaannya, ke mana Bulog melepas beras 3,9 juta ton tersebut?

Pada saat Bulog masih diberi tugas menyalurkan beras untuk masyarakat miskin (raskin), yang berubah menjadi beras untuk masyarakat pra sejahtera (rastra), rata-rata Bulog bisa melepas beras rastra atau raskin sebanyak 230.000 ton per bulan.

Berarti, dalam setahun, penyaluran beras rastra dari Bulog mencapai 2,7 juta ton.

Sejak 2017, Bulog tidak lagi menyalurkan beras rastra. Mulai tahun anggaran 2017, penyaluran rastra sebagai bantuan sosial (bansos) dilakukan melalui sistem kartu kupon elektronik di 44 kota.

Secara bertahap, penyaluran rastra dengan alokasi Rp 110.000 per keluarga penerima manfaat (KPM) per bulan dalam program bantuan pangan non tunai atau dikenal dengan BPNT diperluas.

Baca juga : Mana Lebih Manusiawi, BPNT atau RASTRA?

Mulai 2018, subsidi rastra dialihkan menjadi bantuan pangan non tunai dan mulai disalurkan ke masing-masing kabupaten/kota.

Kartu kupon elektronik digunakan KPM untuk membeli beras di agen penyalur yang ditunjuk bank pemerintah atau e-warong.

Bulog tak lagi sebagai pemasok utama atau satu-satunya pemasok beras untuk program BPNT melalui sistem elektronik tersebut.

Pedagang atau pemasok lain dapat turut memasok. Sebab, KPM bebas membeli beras di agen-agen pemasok atau toko-toko dengan sistem kartu elektronik.

Dengan kondisi itu, Bulog sulit memprediksi seberapa banyak beras dapat disalurkan untuk bansos rastra.

Dari data Bulog terkait penyaluran beras untuk kepentingan masyarakat pra sejahtera, jumlahnya turun drastis pada 2018.

Tahun lalu, realisasi penyaluran beras dari Bulog untuk bansos rastra sebanyak 1,2 juta ton. Dengan realisasi penyaluran beras bansos rastra yang menurun, kemungkinan Bulog tidak bisa menargetkan penyerapan beras dari petani sebanyak 2,7 juta ton.

Bahkan, target penyerapan beras dari petani oleh Bulog pada tahun ini hanya 1,8 juta ton.

Jika Bulog terlalu banyak menyerap beras dari petani dengan realisasi penyaluran bansos rastra yang rendah, stok beras dikhawatirkan menumpuk di gudang-gudang Bulog.

Sebagai korporasi, Bulog dituntut membukukan laba. Terkait hal itu, rencana ekspor sedang dibahas.

Baca juga : Pasokan Beras Berlebih, Bos Bulog Incar Pasar Ekspor

Diharapkan, beras dari petani yang diserap dapat disalurkan atau diperdagangkan untuk memperlancar arus kas perusahaan, bukan tertumpuk di gudang.

Langkah lain yang mungkin dilakukan adalah menyeimbangkan jumlah beras yang diserap dan jumlah beras yang disalurkan Bulog. Sebab, Bulog tetap diminta bertindak sebagai pemasok utama beras dalam program Bansos Rastra.

Dengan menjadi pemasok utama, setidaknya Bulog lebih memiliki kepastian mengenai jumlah beras yang perlu disalurkan untuk program bansos rastra setiap tahun.

Selain itu, beras dari petani yang diserap setiap tahun dapat disalurkan lebih banyak di dalam negeri.

Apalagi, secara makro, produksi beras nasional cukup terbatas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada Januari-September 2018 sebanyak 49,65 juta ton.

Ditilik dari potensi sampai dengan Desember 2018, diperkirakan total produksi padi pada 2018 sebanyak 56,54 juta ton.

Jika dikonversi menjadi beras, produksi padi itu setara 32,42 juta ton beras. Di sisi lain, mengacu pada data BPS, konsumsi beras nasional pada Januari-Desember 2018 diperkirakan 29,57 juta ton.

Maka, surplus produksi beras pada 2018 sebanyak 2,85 juta ton. Beras sebanyak 2,85 juta ton itu identik dengan rata-rata kebutuhan atau konsumsi beras nasional sekitar 2,5 juta ton.

Dengan demikian, surplus beras 2018 yang sebanyak 2,85 juta ton hanya cukup dikonsumsi pada Januari-pertengahan Februari 2019. Itu artinya, stok atau produksi beras secara nasional tak banyak untuk mengisi pasar ekspor.

Artikel by Ferry Santoso via Kompas.com